Rabu, 27 Januari 2010

Bukan Sepatu Papa

Joel Osteen adalah anak seorang pendeta yang melayani sebuah gereja di Houston, Texas, yang bernama John Osteen. Dia juga terlibat di dalam pelayanan, yaitu sebagai soundman.

Pada tahun 1999, papanya meninggal dunia. Tentu saja ini menimbulkan kegelisahan di gereja itu, karena terjadi kekosongan pelayan Tuhan, khususnya di dalam hal pemberitaan Firman Tuhan atau berkhotbah.

Kemudian diadakan rapat dadakan seluruh penatua gereja tersebut dan dihadiri juga oleh Nyonya Osteen. Mereka membuat kesepakatan, yaitu untuk menggantikan John Osteen untuk berkhotbah di gereja adalah Joel Osteen.

Pada waktu Joel ditunjuk sebagai pengganti papanya, orang-orang yang setia sebagai buah pelayanan papanya bertanya,

"Joel, apakah engkau yakin bahwa engkau bisa memakai "sepatu papa"mu? Apakah engkau bisa mencapai tempat dimana papamu telah capai?"

Joel hanya bisa terdiam, karena memang saat itulah pertama kali dia akan berkhotbah.

Keesokan harinya pada Minggu pagi, dia berdiri di depan 8,000 jemaat dan akan mengkhotbahkan apa yang Tuhan taruh di hatinya. Tak lama kemudian, orang-orang bertanya,

"Joel, dapatkah kamu melakukan lebih baik dari papamu?"

Joel pun menjawab,

"Dengan tulus aku berkata bahwa aku akan melakukan jauh lebih besar daripada apa yang papaku telah lakukan."

Jawaban ini sangat meyakinkan jemaat. Ternyata John Osteen sudah meninggalkan jejak, hikmat dan inspirasi bagi anaknya untuk tinggal landas. Di sisi lain, Joel Osteen berani berjanji untuk menerobos kemapanan guna menghasilkan sesuatu yang lebih baik.

Tentu saja ini tidak mudah. Bukankah hasil pelayanan papanya sudah bisa dikatakan sebagai sesuatu yang luar biasa?

Tetapi, Joel yakin dan akan berusaha untuk menghasilkan sesuatu yang lebih lagi.

Joel tidak mau hidup dengan mentalitas status quo.

Orang yang hidup dengan mentalitas status quo memang "nyaman", tetapi orang tersebut tidak akan menjadi besar.

Yosua tidak akan pernah dikenal sebagai salah satu pemimpin besar bangsa Israel jika dia hanya menjadi pengikut orang lain. Sebagaimana diketahui bahwa Yosua adalah abdi Musa. Setelah Musa meninggal, Yosua pun dipilih untuk menggantikannya.

Tantangan tentu lebih besar dan lebih berat daripada hanya sekedar sebagai abdi. Sekalipun awalnya ragu-ragu, tetapi akhirnya Yosua menerima kesempatan itu dan dialah yang berhasil memimpin bangsa Israel memasuki Kanaan dan sekaligus mendiaminya.

Contoh lain adalah Elisa, abdi Elia. Dengan modal "dua bagian dari roh" Elia, Elisa melakukan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari Elia.

Tuhan berniat memberikan kesempatan kepada kita untuk melakukan hal yang lebih besar. Untuk itu, marilah kita dengan berani meninggalkan status quo dan segera memakai "sepatu baru yang lebih besar". Sepatu itu adalah cara pandang yang baru, ide yang cemerlang dan semangat yang lebih besar.

Doa : Bapa, terima kasih untuk kesempatan yang Engkau berikan untuk aku bisa melakukan sesuatu yang lebih besar. Beri hikmat dan mampukan aku. Dalam nama Tuhan Yesus aku berdoa. Amin.

Kata-kata bijak : Kenyamanan status quo adalah benteng tebal yang menghalangi seseorang melakukan hal yang lebih besar.

Sumber : Renungan Manna Sorgawi.


But they that wait upon the Lord shall renew their strength; they shall mount up with wings as eagles; they shall run, and not be weary; and they shall walk, and not faint. (Isaiah 40:31)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar