Selasa, 16 Februari 2010

Sharing of Faith : Benjamin Dube

Dr. John Pitt adalah Direktur Open Doors untuk Afrika selama bertahun-tahun. Ia sering menceritakan kesaksian Benjamin Dube, seorang penginjil yang bersaksi di jalan-jalan Soweto tentang imannya dalam Yesus Kristus.

Beritanya ialah, daripada saling membenci, orang-orang kulit hitam harus mengasihi orang-orang kulit putih dan begitu pula sebaliknya. Ia diancam berulang kali.

Suatu hari beberapa orang kulit hitam mendekatinya dan memerintahkan untuk tidak lagi berkhotbah tentang saling mengasihi.

"Kami tidak mau mengasihi sesama, kami membenci mereka!" Kata mereka kepada Dube.

Benjamin berjalan terus. Suatu malam ia bermimpi ditikam mati oleh orang-orangnya sendiri. Ia membangunkan istrinya, Grace.

"Saya yakin mimpi ini akan terjadi," katanya. "Kita harus memutuskan apakah akan berjalan terus dan menderita atau berhenti dan demikian tidak menaati Tuhan."

Keesokan harinya mereka mendiskusikan mimpinya dan juga ancaman yang terus menerus terhadap anak-anak mereka.

"Apakah saya harus meneruskan berita pengampunan ini?" Tanya Benjamin kepada anak-anaknya. Keempatnya mengangguk walaupun mereka sadar akan konsekuensinya.

Benjamin Dube berdoa bersama dengan istri dan anak-anaknya, memohon Tuhan memberi mereka kekuatan untuk tetap setia. Tidak lama kemudian, penginjil Dube harus berkhotbah pula di suatu pertemuan. Anak-anaknya menyertainya.

Di tengah Soweto mobilnya dihentikan oleh sepuluh orang berkulit hitam.
Mereka menyeret pengkhotbah yang setia ini keluar dari mobil dan menikamkan sebilah pisau ke dadanya enam belas kali. Anak-anaknya melarikan diri. Bonani yang berusia dua belas tahun bersembunyi di balik sebuah tong sampah. Ia melihat ayahnya ditikam berulang kali tanpa dapat berbuat apa-apa.

Para pembunuh mengambil Alkitab Benjamin dan mencelupkannya dalam darah Benjamin. Kemudian mereka menghilang ke dalam sebuah gang yang gelap.

Bonani kecil berlari ke ayahnya, tetapi ia sudah meninggal. Lalu Bonani berlari ke rumah untuk menyampaikan berita buruk itu kepada ibunya. Ia segera masuk ke kamar tidurnya dan dalam kebutuhan serta kepedihannya yang besar ia berseru kepada Tuhan.

Ia membuka Alkitab yang terletak dekat tempat tidurnya. Kata-kata pertama yang dibacanya adalah perkataan Yesus di kayu salib, "Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat." Di sana, di tempat tidurnya ia memperoleh penghiburan dari perkataan tersebut dan menggubah lembaran musik baru untuk dinyanyikan.

Belakangan para pembunuh ditangkap. Tujuh dari sepuluh orang dijatuhi hukuman tiga bulan penjara karena mereka hanya membantu merencanakan pembunuhan, tetapi tidak terlibat langsung. Yang lainnya dihukum lima belas tahun penjara.

Setelah pemakaman, Grace dan anak-anaknya berkumpul bersama dan memutuskan untuk terus memberitakan kasih dan pengampunan. Bersama anak-anaknya ia terus bersaksi dengan perkataan dan pujian tentang penebusan Kristus..

But they that wait upon the Lord shall renew their strength; they shall mount up with wings as eagles; they shall run, and not be weary; and they shall walk, and not faint. (Isaiah 40:31)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar