"Aku tidak menyukai istriku lagi."
Gembalanya menasehatinya,
" Pulanglah dan cintailah dia."
Tetapi dia berkata,
"Anda tidak memahamiku. Aku sama sekali tidak punya lagi perasaan itu kepadanya."
Lalu gembalamya menjawab lagi,
"Aku tidak menanyakan bagaimana perasaanmu. Aku cuma katakan, "Pulanglah dan cintailah dia."
Lalu dia berkata lagi,
"Tetapi secara emosi aku tidak jujur kalau aku memperlakukan istriku seperti itu, padahal aku tidak merasakannya. "
Lalu gembalanya bertanya,
"Apakah ibumu mencintaimu? "
Pertanyaan itu tampaknya dirasakannya seperti hinaan. Dia berkata,
"Ya, tentu saja."
Kemudian gembalanya berkata lagi,
"Kira-kira tiga minggu sesudah dia membawamu pulang dari rumah sakit, dan kamu menangis menjerit-jerit karena popokmu basah, dan dia terpaksa terbangun walaupun tubuhnya masih sangat letih, dan berjalan tanpa alas kaki di atas ubin, dan harus mengganti popokmu dan menyuimu, apakah menurut Anda dia sungguh-sungguh menikmati semua itu?"
Dia menjawab, "Tidak".
Gembalanya berkata lagi,
"Baik, kalau begitu menurutku ibumu juga secara emosi tidak jujur."
Inilah tujuan dari pembicaraan tadi :
Ukuran besarnya cinta ibu bukan karena dia menikmati mengganti popok di tengah malam, melainkan karena dia rela melakukannya meskipun dia tidak terlalu menyukainya.
-Lebih dari Cinta-
Pernikahan tidak didasari oleh perasaan ( cinta ), tapi lebih dari itu, komitmen. C.S. Lewis, seorang hamba Tuhan, mengatakan bahwa cinta yang menggebu-gebu sekalipun, akan padam sejalan dengan waktu. Anda mungkin berpikir, "Tidak mungkin." Tapi itu sangat mungkin, bahkan hampir pasti.
Perasaan sangat mudah berubah. Jika kita menikah berdasarkan pada perasaan atau emosi, maka pernikahan dan perceraian bukan hal langka. Jika senang, kita menikah tetapi di kala sedih, kita berpisah.
Namun, hanya komitmen yang bisa membuat rumah tangga bertahan. Hanya komitmen yang bisa membuat cinta "menggebu-gebu" yang pernah kita miliki menjadi cinta yang matang dan dewasa.
Lalu bagaimana dengan cinta sejati?
Hampir semua lagu digubah dengan bertemakan cinta. Namun, istilah cinta sudah diturunkan mutunya. Waktu orang berkata, "aku cinta kamu" itu berarti "aku ingin memiliki kamu, biarlah kamu aku miliki!" Ini berbahaya sekali.
Cinta seperti ini tidak berguna, sangat egois dan merusak, karena sangat bergantung pada perasaaan si pecinta. Kristus tidak mencintai manusia dengan cara ini. Bayangkan bila Kristus mencintai kita dengan cara yang begitu egois. Kita akan langsung binasa karenanya.
Tetapi cinta sejati itu adalah cinta yang dimiliki Kristus terhadap jemaat-Nya. Cinta yang memiliki sifat "turun ke bawah". Cinta seperti ini adalah cinta yang berkorban demi objek yang dicintai.
Cinta yang tidak memikirkan untung rugi diri sendiri. Namun memikirkan kebaikan orang yang dicintai. Inilah cinta yang harus kita usahakan dan cari terhadap pasangan kita.
-Kunci Relasi-
Cinta memberikan keindahan pada relasi, namun bukanlah dasar dari pernikahan. Cinta tidak pernah lebih tinggi dari komitmen. Inilah kata kunci bagi relasi yang mulia. Menurut kamus, kata komitmen berarti mengikatkan diri dengan penuh ketulusan pada sederet tindakan, baik suka atau tidak.
Komitmen mengatasi cinta yang hampir padam. Komitmen menyembuhkan hati yang disakiti. Komitmen lah yang menyelamatkan perceraian yang hampir terjadi. Komitmen terhadap apa?
Terhadap Firman di dalam kesetiaan! Komitmen kepada siapa? Kepada Kristus yang adalah dasar pernikahan dan relasi. Bila ini yang menjadi dasar dalam kita melangkah, sungguh terberkatilah kita.
"Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Rahasia ini besar, tetapi yang aku maksudkan ialah hubungan Kristus dan jemaat."
(Efesus 5:31-32).
"Bagaimanapun juga, bagi kamu masing-masing berlaku: kasihilah isterimu seperti dirimu sendiri dan isteri hendaklah menghormati suaminya." (Efesus 5:33).
Suasana hati terus berubah. Perasaan mudah berubah. Tapi jika kita mau menjalani pernikahan dengan komitmen yang kuat, kepada Kristus dan Firman-Nya serta terhadap pasangan kita, maka pernikahan akan semakin indah.
Cinta yang kita miliki akan diproses Tuhan menjadi cinta yang lebih dewasa. Cinta yang sifatnya "turun ke bawah", yaitu cinta yang rela berkorban demi kebaikan hidup pasangan kita.
Tuhan Yesus memberkati.
Sumber : Artikel Warta Gereja.
But they that wait upon the Lord shall renew their strength; they shall mount up with wings as eagles; they shall run, and not be weary; and they shall walk, and not faint. (Isaiah 40:31)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar