Minggu, 14 Februari 2010

Imlek

Pada bulan Februari tahun 2002, untuk pertama kalinya hari raya IMLEK dirayakan secara besar-besaran dan bahkan pemerintahan Presiden Megawati telah menjadikan hari raya Imlek sebagai 'hari libur nasional'.

Saat ini orang mulai kembali ramai merayakan tahun baru Imlek sebagai bagian dari menghargai tradisi budaya leluhur. Sampai dimanakah tradisi budaya leluhur terutama hari raya Imlek dapat diikuti oleh umat Kristen?

Sebenarnya kebudayaan itu pada dasarnya bersifat netral. Kebudayaan adalah hasil cipta, karya dan karsa manusia. Di dalamnya manusia menyatakan dirinya sebagai pribadi, mengembangkan keadaannya dan memperkenalkan dirinya.

Dalam kebudayaan, manusia membedakan dirinya dari alam dan menundukkan alam bagi dirinya sendiri. Yang menjadi masalah adalah bahwa kebudayaan tidak selalu sejalan dengan kebenaran. Karena kebudayaan adalah hasil usaha manusia sedangkan agama khususnya Kristen berasal dari pernyataan Tuhan Allah.

-Kebudayaan-

Kebudayaan menurut Alkitab dapat dilihat dari beberapa aspeknya, yaitu:

1. Allah memberikan manusia 'tugas kebudayaan' karena pada dasarnya 'manusia memiliki gambar seorang pencipta' ( Kej 1:26-27 ) dan manusia diberi tugas agar 'menaklukkan dan memerintah bumi' ( Kej 1:28 ). Jadi manusia menerima suatu mandat dari Allah dan mandat itu adalah mandat kebudayaan.

Lebih dijelaskan lagi disebutkan bahwa:

"TUHAN Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu." (Kejadian 2:15).

2. Sesuai Mazmur 150 kita dapat melihat bahwa Tujuan kebudayaan yang utama adalah untuk 'memuliakan dan mengasihi Allah, dan agar kebudayaan itu digunakan untuk melayani dan mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri.'

Penyimpangan kebudayaan terjadi misalnya dalam peristiwa 'Menara Babel' di mana tujuan kebudayaan menyimpang diarahkan untuk penyembahan berhala dan kebanggaan diri / kelompok ( Kej 11 ).

Tema dosa yang merusak tujuan kebudayaan adalah 'ingin menjadi seperti Allah' ( Kej 3:5 ) dan 'mencari nama' ( Kej 11:4 ). Jadi dosa telah menyimpangkan kebudayaan sehingga berpotensi bukan saja untuk tidak memuliakan penciptanya, sebaliknya malah digunakan untuk alat meninggikan diri dan menantang Allah.

Memang tidak mudah untuk melihat kuasa dosa itu kelihatan di dalam kebudayaan, kadang-kadang terlihat dari 'hasil' kebudayaan seperti patung lalu disembah, musik digunakan untuk memuliakan manusia dan dosa dan menyembah dewa-dewi, dan filsafat pun dapat digunakan tidak sesuai dengan firman Allah ( Kol 2:8 ).

Kadang-kadang kuasa dosa terlihat dari 'cara menggunakan' hasil kebudayaan itu. Rekayasa genetika dengan kloningnya menghadapi bahaya ke arah ini, demikian juga penyalahgunaan senjata nuklir.

Multimedia sekuler dengan jelas menunjukkan betapa hasil kebudayaan telah dikuasai dosa pornografi, sadisme, dan okultisme tanpa bisa dibendung. Sesuatu yang mendukacitakan Allah pencipta manusia dan kemanusiaan. Yesus berfirman:

"Perintah Allah kamu abaikan untuk berpegang pada adat istiadat manusia."" (Markus 7:8).

Sikap umat Kristen menghadapi kebudayaan dapat digolongkan ke dalam lima macam, yaitu:

1. Antagonis, yaitu sikap menentang dan menolak,
2. Akomodasi, adalah sikap yang menyesuaikan diri dengan kebudayaan yang ada,
3. Dominasi, menjadikan budaya kafir bagian dari iman, karena beranggapan tidak mungkin jatuh,
4. Dualisme, sikap ini mendua yang memisahkan agama dan budaya secara dikotomis,
5. Pengudusan, adalah yang tidak menolak secara total ( antagonistis ) namun juga tidak menerima secara total ( akomodasi ).

Alkitab mengajarkan umat Kristen agar melakukan sikap 'Pengudusan' sebagai kesaksian iman Kristiani dalam kehidupan berbudaya. Rasul Paulus memberikan peringatan agar:

"Hati-hatilah, supaya jangan ada yang menawan kamu dengan filsafatnya yang kosong dan palsu menurut ajaran turun-temurun dan roh-roh dunia, tetapi tidak menurut Kristus." (Kolose 2:8).

-Menyambut Aspek Sosial-

Ada dua aspek budaya dalam perayaan Imlek, yaitu pertama sebagai 'budaya sosial' dan kedua sebagai 'budaya religi'.

Sebagai budaya sosial, kita melihat Imlek dirayakan sebagai tahun baru menyambut musim semi dan mulai menanam padi dalam konteks kehidupan sosial masyarakat agraris dimana diadakan perayaan bersama yang dihadiri segenap keluarga maupun bangsa.

Dalam hal ini tentu tidak salahnya kalau seorang beriman ikut serta merayakan Imlek bersama keluarganya.

Namun, Imlek juga memiliki aspek 'budaya religi' dimana perayaan itu sudah dicampuri dengan penyembahan dewa-dewi dengan meja sembahyang, dan juga ritus pengorbanan animisme ( sam seng ) yang biasa dirayakan secara religi di Kelenteng maupun Vihara.

Disini kita melihat bahwa Imlek religi ini digunakan untuk menyembah dewa-dewi ( dan bukan Allah ) dan jelas merupakan penyembahan berhala.

Karena itu jelas, seseorang beriman dapat ikut merayakan Imlek selama sifatnya perayaan sosial-budaya dan kesempatan Imlek budaya sosial ini dapat digunakan sebagai kesempatan untuk menyaksikan iman Kristen di hadapan keluarga.

Namun bila itu sudah menyangkut budaya religi, sepatutnyalah umat Kristen tidak terlibat di dalamnya agar tidak mendukakan Tuhan Allah.

Sumber : Artikel Warta Gereja.

But they that wait upon the Lord shall renew their strength; they shall mount up with wings as eagles; they shall run, and not be weary; and they shall walk, and not faint. (Isaiah 40:31)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar