Jumat, 05 Februari 2010

Robertson McQuilkin

Robertson McQuilkin adalah Rektor ketiga dari Universitas Internasional Columbia ( UIC ), yang menjabat antara tahun 1968 sampai 1990. Beliau diakui sebagai seorang pemimpin yang visioner dan takut akan Tuhan.

Di bawah kepemimpinannya, akreditasi UIC meningkat, fasilitas fakultas berkembang dan banyak membuat terobosan, seminar-seminar yang berkualitas diadakan, menghasilkan banyak lulusan terbaik serta mendirikan pelayanan radio.

Sebelum menjadi Rektor dari UIC, McQuilkin melayani sebagai Kepala Sekolah di Ben Lippen, lalu menjadi misionaris selama 12 tahun di Jepang.

Namun, pada suatu hari rekan sejawat dibuat kaget dengan keputusannya mengundurkan diri dari kedudukannya sebagai Rektor di UIC. Hal ini dikarenakan
ia ingin merawat istrinya Muriel, yang pada waktu itu menderita sakit Alzheimer, yaitu gangguan fungsi otak. Ia sangat mengasihi istrinya dan ingin melayaninya sepenuh waktu.

-Istriku adalah bagianku-

Muriel sudah seperti bayi, tidak bisa berbuat apa-apa, bahkan untuk makan, mandi dan buang air pun harus dibantu. McQuilkin memutuskan untuk merawat istrinya dengan tangannya sendiri, karena Muriel adalah wanita yang sangat istimewa baginya.

Namun pernah suatu kali ketika McQuilkin membersihkan lantai bekas ompol Muriel dan di luar kesadaran Muriel malah menyerakkan air seninya sendiri, maka Robertson tiba-tiba kehilangan kendali emosinya. Ia menepis tangan Muriel dan memukul betisnya, guna menghentikannya.

Setelah itu McQuilkin menyesal dan
berkata dalam hatinya, "Apa gunanya
saya memukulnya, walaupun tidak keras, tetapi itu cukup mengejutkannya. Selama 44 tahun kami menikah, saya belum pernah memukulnya karena marah, namun kini di saat ia sangat membutuhkan saya, saya memperlakukannya demikian. Ampuni saya, ya Tuhan,"

Lalu tanpa peduli apakah Muriel mengerti atau tidak, McQuilkin meminta maaf atas hal yang telah dilakukannya.

Pada tanggal 14 Febriari 1995, McQuilkin dan Muriel, memasuki hari istimewa karena pada tanggal itu di tahun 1948, McQuilkin melamar Muriel.

Dan pada hari istimewa itu McQuilkin memandikan Muriel, lalu menyiapkan makan malam dengan menu kesukaan Muriel dan pada malam harinya menjelang tidur ia mencium dan menggenggam tangan Muriel lalu berdoa,

"Tuhan Yesus yang baik, Engkau mengasihi Muriel lebih dari aku mengasihinya, karena itulah jagalah kekasih hatiku ini sepanjang malam dan biarlah ia mendengar nyanyian malaikat-Mu. Amin!"

Pagi harinya, ketika McQuilkin berolahraga dengan menggunakan sepeda statisnya, Muriel terbangun dari tidurnya. Ia berusaha untuk mengambil posisi yang nyaman, kemudian melempar senyum manis kepada McQuilkin.

Untuk pertama kalinya setelah selama berbulan-bulan Muriel yang tidak pernah berbicara, memanggil McQuilkin dengan suara yang lembut dan bening,

"Sayangku.. Sayangku.."

McQuilkin melompat dari sepedanya dan segera memeluk wanita yang sangat dikasihinya itu.

"Sayangku, kau benar-benar mencintaiku bukan?" Tanya Muriel.

Setelah melihat anggukan dan senyum di wajah McQuilkin, Muriel berbisik,

"Aku bahagia.."

Dan ternyata itulah kata-kata terakhir yang diucapkan Muriel kepada McQuilkin.

-Mengasihi adalah ibadah-

Memelihara dan membahagiakan orang-orang yang sudah memberi arti dalam hidup kita adalah suatu ibadah di hadapan Tuhan. Mengurus suami atau istri, ayah, ibu, mertua, kakek atau nenek adalah perbuatan yang sungguh mulia.

Jangan abaikan mereka yang telah renta, tak berdaya ketika mereka sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Peliharalah mereka dengan kesabaran dan penuh kasih.

Sekarang, McQuilkin melayani sebagai pembicara dan penulis dalam berbagai pelayanan dan konferensi di seluruh Amerika Serikat bahkan luar negeri. Namanya tercatat sebagai Rektor Emeritus dari Universitas Internasional Columbia.

Pada tahun 2005, McQuilkin menikahi Deborah Jones Sink, seorang Profesor di sebuah Sekolah Keperawatan di Carolina Selatan. Deborah juga aktif dalam pelayanan pengajaran di konferensi-konferensi dan kelompok wanita.

Dari pernikahannya, mereka memiliki sembilan anak, empat di antaranya aktif dalam pelayanan Kristen dan lima di bidang bisnis.

Dari kisah Robertson McQuilkin kita belajar bahwa kasih tidak diukur dari apa yang kita rasakan, tetapi dari bagaimana kita membuat orang lain merasa dikasihi.

Jika benar-benar mengasihi seseorang, kita akan memberikan segala yang kita punya dan tidak meminta balasan.

Kasih sejati adalah ketika Anda melihat "kekasih hati" Anda pergi dan tahu bahwa Anda tidak akan pernah melihatnya lagi, tetapi dia akan selalu ada di pikiran dan hati Anda selamanya.

Sumber : Artikel Warta Gereja.

But they that wait upon the Lord shall renew their strength; they shall mount up with wings as eagles; they shall run, and not be weary; and they shall walk, and not faint. (Isaiah 40:31)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar