Minggu, 26 Juni 2011

Senyum Yang Menipu

Apa yang pertama terlintas dikenangan masa kecil kita ketika melihat lumba-lumba berenang di sebuah pentas satwa? Bahwa mereka makhluk mamalia yang pintar? Mereka makhluk yang konon selalu menolong manusia?
 
Lalu mengapa kita bisa rela membayar kebebasan mereka hanya demi "mendidik" anak-anak kita tentang biota laut? Begitu jauh pikiran kita untuk menghibur sekaligus mendidik anak-anak kita namun kita sendiri begitu kurang mengerti apapun tentang mereka!
  
Tahukan kita semua bahwa lumba-lumba adalah mahkluk yang akustik? Apa itu makhluk akustik? Lumba-lumba mahkluk yang sangat mengandalkan suara/sonar untuk kehidupannya dan mereka dapat mendengar frekuensi sepuluh kali atau lebih di atas batas atas pendengaran manusia dewasa. Bayangkan jika kita semua memiliki pendengaran semacam ini lantas kita ditaruh dalam sebuah tank air baik tertutup/terbuka penuh dengan tepukan tangan, sorakan pengunjung dan musik yang keras dari pengeras suara?
 
Jika sudah bisa membayangkan, lalu dalam hati kita membenarkan diri bahwa mereka selalu terlihat bahagia dengan melompat kesana kemari dan pelatihnya begitu menyayangi mereka? Menyangangi dengan cara bagaimana?
 
Lihat wajah mereka yang selalu tersenyum tapi tahukah kita bahwa mereka sering mengalami stress yang luar biasa dalam waktu yang cukup banyak? Apa solusinya? Obat anti stress atau penenang! Bayangkan sebesar apa tingkat kegundahan itu sehingga membutuhkan obat penenang setiap waktu?
  
Terlalu sedih untuk membayangkan proses penangkapan mereka. Saya hanya bisa membayangkan dari satu sisi, pendengaran.....itu fakta nyata yang bisa jelas terlihat. Sampai sekarang dilema saya adalah menonton pertunjukkan itu jika sekolah dari anak saya memilih perjalanan ke sebuah pertunjukan satwa. Padahal sejak kecil orang tua saya pernah mengajak saya menonton pertunjukkan semacam itu.
 
Bahkan di kota Bogor, tempat saya sekolah dulu. Sebuah arena hiburan kerap kali mengadakan pertunjukkan lumba-lumba disebuah lapangan terbuka (setahun sekali). Mereka menggunakan kolam bundar sementara. Dimana kolam itu kecil dan mereka memiliki jadwal pertunjukkan yang padat. Hiks......
 
Namun perspektif saya berubah ketika saya menonton sebuah THE COVE, film dokumenter tentang pembantaian masal mereka di Taiji Jepang. Sejumlah 23.000 lumba-lumba dibantai di sana, tentu saja mereka yang dibantai adalah mereka yang tidak terpilih. Sebelum dibunuh dan dinikmati sebagai sajian kuliner, mereka yang terpilih diambil dan kemudian dilatih menjadi satwa yang dipertontonkan. Sisanya dibantai...sekian banyak keluarga lumba-lumba mulai dari ibu dan anak dibunuh....
 
Dan ini membuat saya meradang.....haruskah itu terjadi pada mahkluk yang begitu saya kagumi. Tidak cukupkah melihat mereka melompat di laut lepas? Hanya bisa membayangkan......tonton THE COVE kalian akan tahu apa yang saya rasakan ini. Mereka adalah para seniman/ahli yang bersatu untuk menyuarakan suaranya agar terdengar. Setidaknya saya sudah berbagi....dan kini kalian tahu....bahwa wajah tersenyum mereka bukanlah wajah yang sesungguhnya.


"If ever there is tomorrow when we're not together.. there is something you must always remember. you are braver than you believe, stronger than you seem, and smarter than you think. but the most important thing is, even if we're apart.. i'll always be with you." - Winnie the Pooh-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar