Selasa, 07 Juni 2011

Kambing Hitam

Yang namanya melemparkan kesalahan kepada orang lain atau mengkambinghitamkan orang lain itu senantiasa nampak dalam sktesa kehidupan kita. Dan biasanya yang menjadi korban adalah wong cilik, yang tidak berdaya.

Ini memang dapat dimaklumi karena memang mereka tidak memiliki apa-apa, sehingga yang ada hanyalah "salah dan kalah".

Orang miskin dalam cerita jawa sering disebut sebagai tumbal. Disebut tumbal karena diperlakukan tidak adil serta sewenang-wenang oleh mereka yang bertindak culas dan tentu saja yang diinjak-injak itu tidak mempunyai perlawanan yang seimbang.

Akhirnya menjadi apatis, karena meskipun berjuang dengan daya upaya, para penguasa tidak memiliki telinga (lagi) untuk mendengarkan.

Kisah wong cilik ini akan begitu nyata dalam cerita pewayangan dengan judul "Bale Sigala-gala".

Ceritanya mengisahkan usaha Kurawa membinasakan para Pandawa, ketika mereka masih remaja. Bale Sigala-gala dirancang oleh arsitek Astina bernama Purucona atas petunjuk Mahapatih Sengkuni. Dinding pesanggrahan itu terbuat dari bahan yang mudah terbakar. Namun ternyata mereka bisa lolos. Lalu ditemukan 6 orang yang terbakar. Mereka adalah para pengemis yang "numpang tidur" yang dikiranya adalah para putra Pandawa dan ibunya, Kunthi. (Bdk. "Mahabaratha", tulisannya Nyoman S. Pendit).
Para pengemis itu adalah orang yang tidak punya suara atau voiceless. Mereka tewas karena keserakahan para penguasa. Proyek-proyek pemerintah seperti pendirian mall, lapangan golf dan jalan toll senantiasa menimbulkan korban. Penggusuran pun terjadi sewenang-wenang sehingga jeritan dan terikan serta tangisan orang-orang miskin itu tidak digubris lagi. Inilah negeri nyiur melambai yang dulu terkenal dengan keramah-tamahannya. Namun saat ini negeri ini penuh dengan ingar-bangar kekerasan, demo dan amuk massa.

Tetapi sebenarnya kisah "kambing hitam" itu bisa kita lihat dalam ALKITAB. Harun meletakkan kedua tangannya di atas kepala kambing jantan yang masih hidup dan mengakui segala kesalahan dan pelanggaran mereka. Setelah itu, kambing dilepaskan di padang gurun. Demikianlah dosa dan kesalahannya sudah dibawa si kambing jantan itu. (Im 16: 20 – 22). Kisah kambing jantan tersebut – barangkali – menjadi cikal bakal terjadinya kambing hitam.

Tidak jauh beda dari itu, dalam tradisi Jawa ada kisah di gunung Bromo yakni suku Tengger. Dikisahkan ada ibu janda yang bernama Roro Anteng, yang memiliki banyak anak. Pada waktu itu gunung Bromo mengalami kegoncangan hebat. Untuk membuat harmoni alam semesta, maka bumi meminta "korban". Kerelaan Joko Seger, putranya yang bungsu untuk mengorbankan diri itu merupakan penyelamatan alam semesta.

Kisah-kisah kambing hitam yang besar setelah penyaliban YESUS ada dalam diri Socrates (469-349 BC). Model pengajaran yang dipakai oleh Socrates adalah mencari kebenaran dengan model dialog. Kebenaran sejati yang ditemukan oleh Socrates itu ternyata menohok para pejabat pemerintahan kota Athena. Tentu saja mereka kebakaran jenggot dan konsekuensi logis dari itu semua adalah bahwa dirinya harus disingkirkan. Maka, dicarinya "kambing hitam". Socrates yang adalah filsuf, dianggap oleh pemerintahan kota Athena sebagai orang yang memengaruhi kejahatan kaum muda. Socrates dihukum mati dengan meminum racun kalau tidak mau menarik ajaran-ajarannya. Tetapi Socrates tidak mau menarik ajarannya dan dia berani untuk membela ajaran yang diyakininya. Ia mati dengan minum racun untuk membela kebenaran. (Bdk. Buku judul, "Peradilan Socrates") Kisah yang agak sama dan juga di negeri Yunani adalah kisah Oedipus. Drama yang sudah diterjemahkan oleh Rendra berjudul "Oedipus Rex" dengan apik ini memiliki kekuatan magis sekaligus tragis. Sophocles (496-406 B.C) penulis drama tersebut mengisahkan tentang Oedipus¸yang dianggap bersalah oleh semua orang. Hanya Oedipuslah pihak yang harus dituduh, karena ia melakukan pembunuhan Laius dan mengawini Yocasta, ibunya sendiri. Karena tindakan itulah Oedipus menjadi penyebab penyakit menular yang menjadi bencana kota. Ia seorang monster yang harus disingkirkan. Memang, akhirnya Oedipus sengaja menyakiti diri sendiri dengan mencungkil kedua matanya dan hidup terlunta-lunta di hutan belantara. Ajaran Socrates dan "penyimpangan" Oedipus itu membuat kekacauan kosmik, chaos dan disorder. Maka untuk memulihkan dunia supaya menjadi harmoni, order harus ada korban yakni kematian Socrates dan penderitaan Oedipus.

Kisah "kambing hitam" yang sempurna ada dalam diri Kaisar Nero. Pada tahun 64 Kaisar Nero, yang memiliki nama lengkap, Nero Claudius Caesar Drusus Germanus (37-68 AD), dipersalahkan karena menyebabkan kebakaran besar yang menghancurkan sebagian besar kota Roma. (Bdk. Novel "Quo Vadis", karya Henryk Sienkiweicz,) "Oleh karena itu, untuk menghilangkan desas-desus," sejarahwan Romawi yang paling mendalam yang bernama Tacitus (55-115 A.D) menuliskan. "Nero menetapkan perkumpulan orang-orang Kristenlah sebagai yang telah melakukan kejahatan." Mereka diejek, difitnah dan dikoyak oleh singa hingga akhir hayat atau diikat pada salib dan ketika hari petang dibakar dan digunakan sebagai penerang di kebun kekaisaran. Sang kaisar membuat kesalahan, namun ia sendiri tidak mau mengakuinya, bahkan melemparkan kesalahan itu kepada kelompok kecil yang dijuluki nazarenos, pengikut orang yang bernama Yesus dari Nasaret.

Kadangkali, "kambing hitam" juga ditujukan kepada suasana, keadaan dan benda yang tidak bisa kita gapai atau peroleh. Jika kita menginginkan sesuatu, tetapi tidak mampu untuk mendapatkannya, kita akan menyalahkan "yang lain". Kisah ini sudah dituturkan oleh Aesop, pendongeng ulung Yunani kuno (620 – 560 BC) dengan fable-nya (cerita binatang) yang berjudul "anggur yang asam" (sour grapes). Rubah itu sungguh bernafsu untuk mendapatkan anggur. Tetapi berhubung sudah berusaha mendapatkannya, tetapi lompatannya tidak sampai, sehingga gagal mendapatkannya. Sambil bersungut-sungut, Rubah itu berkata, "paling anggur itu asam."

Dunia binatang merupakan "cermin" yang tepat untuk kehidupan kita.

Menyalahkan orang lain itu memang paling mudah. Kalau kita menunjuk dengan jari ke orang lain, sebenarnya empat jari yang lain menunjuk pada diri sendiri. Maka orang perlu mengenali diri sendiri dengan baik sebelum menyalahkan orang lain. Ungkapan "gnoti souton" (Bhs. Yunani) yang artinya kenalilah dirimu sendiri, rupanya tepat untuk menekankan supaya kita lebih hati-hati dalam hidup ini, sebelum membicarakan orang lain. Tetapi lebih baik, "Jangan pernah membicarakan tentang orang lain."

♡ ◦°˚G☺d♡BlĪµ§§ U◦°˚♡

"If ever there is tomorrow when we're not together.. there is something you must always remember. you are braver than you believe, stronger than you seem, and smarter than you think. but the most important thing is, even if we're apart.. i'll always be with you." - Winnie the Pooh-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar